Demo ke PT Ochiai Disebut Bisa Ganggu Kepercayaan Investor Asing

Img 20250603 3362Karawang,sidaknews.com – PT Ochiai Menara Indonesia yang beroperasi di kawasan industri KIIC, Karawang, kembali menjadi sorotan publik setelah dilaporkan menjadi sasaran unjuk rasa dari sejumlah elemen masyarakat Desa Sukaluyu, Kecamatan Telukjambe Timur. Aksi protes ini digalang oleh Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Karang Taruna setempat pada Selasa, 3 Juni 2025. Mereka menyuarakan ketidakpuasan atas hubungan yang dianggap tidak harmonis antara perusahaan asal Jepang tersebut dengan warga sekitar.

Sejumlah pengunjuk rasa mengaku kecewa karena tidak mendapatkan kesempatan audiensi secara langsung dengan manajemen tertinggi perusahaan. Mereka menilai pihak PT Ochiai tidak menunjukkan itikad baik untuk berdialog secara terbuka. Dalam aksi tersebut, puluhan massa menyampaikan tuntutan di depan gerbang pabrik, sambil membawa spanduk berisi kecaman dan kritik terhadap kebijakan internal perusahaan.

Perwakilan dari BUMDes Sukaluyu, Jaenudin, menyampaikan bahwa warga telah berulang kali mencoba membangun komunikasi, namun tidak mendapatkan respon memadai dari pihak perusahaan. Ia juga menuding bahwa PT Ochiai telah mengingkari janji untuk menggelar pertemuan langsung dengan warga, sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya dalam forum mediasi.

“Kami sudah berusaha mengikuti prosedur, termasuk mengajukan permohonan audiensi. Tapi nyatanya, permintaan kami seperti diabaikan. Kami hanya ingin ada dialog langsung dengan pucuk pimpinan perusahaan, bukan diwakili oleh pihak lain,” ungkap Jaenudin di tengah aksi.

Lebih lanjut, Jaenudin menyoroti sikap aparat keamanan perusahaan yang dianggap arogan dan tidak mengedepankan pendekatan humanis kepada masyarakat sekitar. Ia bahkan menyinggung nama salah satu individu yang disebut telah memicu konflik dan memperkeruh situasi di lapangan. “Kalau orang-orang yang menghambat komunikasi ini tidak diberi tindakan, kami akan terus datang menyampaikan aspirasi,” tambahnya.

Menanggapi situasi yang kian memanas, kuasa hukum PT Ochiai Menara Indonesia, Jasman Safputra, SH., CLA., CCD., angkat bicara. Ia menilai aksi tersebut merupakan tekanan yang tidak berdasar dan berpotensi menciptakan iklim tidak kondusif di kawasan industri. Menurutnya, tindakan semacam ini bisa merusak kepercayaan investor asing terhadap stabilitas iklim usaha di Indonesia, khususnya Karawang.

“Kalau iklim usaha terus diganggu dengan cara seperti ini, bukan tidak mungkin para investor akan mencari tempat lain yang lebih aman dan stabil. Padahal, kita tahu bersama bahwa pemerintah sedang mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi,” ujar Jasman dalam keterangannya kepada media.

Jasman menambahkan, PT Ochiai adalah perusahaan penanaman modal asing asal Jepang yang telah lama beroperasi secara legal di Karawang dengan bidang usaha manufaktur komponen otomotif dan elektronik. Perusahaan ini bahkan menyerap ratusan tenaga kerja lokal dan telah menjalankan operasionalnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

Terkait sistem keamanan internal, Jasman menjelaskan bahwa perusahaan sebelumnya menggunakan jasa pengamanan dari PT Buana Sejahtera Sentosa. Namun, berdasarkan pertimbangan manajerial dan efisiensi operasional, kontrak kerja sama dengan perusahaan tersebut tidak diperpanjang setelah berakhir pada 30 Juni 2025. Sebagai penggantinya, manajemen menunjuk PT Garda Assets Security (PT GAS) untuk mengambil alih per 1 Juli 2025.

“Pergantian mitra pengamanan adalah hal yang wajar dalam dunia usaha. Ini murni keputusan strategis internal perusahaan, bukan bentuk diskriminasi atau penyingkiran sepihak. Tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk mempertahankan mitra kerja yang tidak lagi relevan dengan kebutuhan operasional,” jelas Jasman.

Ia juga menyampaikan bahwa terdapat indikasi tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan kontrak lama yang sudah tidak diperpanjang. Tekanan tersebut, lanjutnya, dikemas dalam bentuk aksi massa seolah-olah mewakili kepentingan masyarakat, padahal bermuatan kepentingan bisnis tertentu.

“Kalau ada vendor atau mitra kerja yang merasa dirugikan, jalur hukum terbuka lebar untuk ditempuh. Namun kalau memilih melakukan tekanan melalui aksi massa, itu sudah masuk ranah intimidasi dan bisa mengarah ke pelanggaran hukum,” tegasnya.

Perusahaan juga mengklaim telah mengakomodasi permintaan audiensi sebelumnya. Bahkan, surat permohonan resmi yang diajukan massa telah dijawab dengan menyediakan jadwal pertemuan pada 23 Mei 2025. Namun, karena ada ketidakpuasan dari pihak pengunjuk rasa, aksi tetap digelar. Dalam kesempatan aksi pun, pihak perusahaan tetap menunjuk kuasa hukum dan perwakilan manajemen untuk menerima aspirasi massa.

“Meminta Direktur Utama hadir secara langsung, apalagi seorang ekspatriat Jepang yang tidak memahami hukum Indonesia, bukanlah permintaan yang proporsional. Sebab, dalam sistem hukum di Indonesia, penunjukan kuasa hukum untuk mewakili perusahaan dalam urusan hukum adalah sah dan diakui,” imbuhnya.

PT Ochiai juga secara tegas menolak seluruh tuntutan yang diajukan massa karena dinilai tidak memiliki dasar yang kuat. Beberapa poin keberatan dari perusahaan meliputi:

– Proses rekrutmen dilakukan secara terbuka melalui koordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Karawang.

– Perusahaan membuka program magang atau praktik kerja industri bagi pelajar dan mahasiswa.

– Sistem keamanan dan manajemen mutu perusahaan telah lulus audit sertifikasi ISO dan standar kemitraan industri.

– Penggunaan tenaga kerja asing telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

– Pengangkatan dan penempatan jabatan adalah hak prerogatif manajemen perusahaan, bukan wewenang publik.

– Penunjukan vendor atau mitra kerja murni merupakan keputusan internal berdasarkan kebutuhan dan kinerja.

Jasman menekankan bahwa unjuk rasa yang dilakukan di dalam atau di sekitar kawasan industri, terlebih yang termasuk objek vital nasional, bisa menimbulkan konsekuensi hukum serius. Apalagi jika berpotensi mengganggu aktivitas produksi dan menciptakan keresahan.

“Jika gangguan terhadap kegiatan usaha seperti ini terus berlanjut, dampaknya bukan hanya pada perusahaan, tetapi juga terhadap tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari sektor industri ini. Ratusan karyawan bisa saja terdampak jika perusahaan sampai mempertimbangkan hengkang dari Karawang,” ucap Jasman mengingatkan.

Ia mengajak semua pihak, termasuk pemerintah daerah dan aparat penegak hukum, untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan stabil. Segala bentuk sengketa atau ketidaksepahaman sebaiknya diselesaikan melalui jalur komunikasi formal dan mekanisme hukum yang berlaku.

“Indonesia adalah negara hukum. Bila ada pihak yang merasa dirugikan, tempuhlah prosedur yang semestinya. Jangan rusak reputasi industri hanya karena kepentingan kelompok,” tutupnya. (King)

Komentar