
Jawa Barat,sidaknews.com – Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Jawa Barat memberikan apresiasi tinggi atas respons cepat Polres Ciamis dalam mengungkap kasus dugaan pencabulan terhadap seorang santri di Kecamatan Cihaurbeuti. Pelaku yang merupakan tenaga pengajar di lembaga pendidikan setempat diduga melakukan pencabulan berulang kali dengan modus mengiming-imingi janji pernikahan kepada korban yang masih di bawah umur.
Proses Penanganan yang Efektif
Setelah menerima laporan resmi dari keluarga korban, Polres Ciamis langsung bertindak sigap. Dalam waktu kurang dari enam jam, tersangka berhasil diamankan dan dibawa ke Mapolres untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Ketua Forum KPAID Jabar, Ato Rinanto, mengungkapkan bahwa korban – seorang remaja 14 tahun yang baru lulus sekolah—mengalami trauma berat. Tim KPAID telah memberikan pendampingan psikologis intensif sejak Sabtu (14/6/2025) dan berkoordinasi dengan Satuan Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Ciamis hingga laporan resmi diajukan pada Selasa (17/6/2025).
“Kami memastikan korban mendapatkan pemulihan mental dan hak pendidikannya tetap terjamin. Selain itu, proses hukum akan kami awasi secara ketat,” tegas Ato dalam konferensi pers di Mapolres Ciamis, Kamis (19/6/2025).
Pentingnya Kolaborasi dalam Perlindungan Anak
Ato menekankan bahwa kasus ini mencerminkan tingginya risiko kekerasan seksual terhadap anak, khususnya di lingkungan pendidikan dan keagamaan. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersinergi dalam upaya pencegahan.
“Ini bukan hanya tanggung jawab aparat penegak hukum, melainkan gerakan kolektif. Kami mendorong semua pihak, termasuk orang tua dan institusi pendidikan, untuk meningkatkan pengawasan dan edukasi perlindungan anak,” ujarnya.
Ia juga menyebut kinerja Polres Ciamis sebagai *prestasi luar biasa* dan berharap kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Dampak Psikologis dan Upaya Pemulihan
Korban saat ini masih menjalani terapi trauma dengan pendampingan psikolog. KPAID Jabar berkomitmen memastikan hak-hak korban terpenuhi, termasuk dukungan hukum dan pendidikan.
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya mekanisme pengaduan yang mudah diakses bagi anak-anak korban kekerasan serta perlunya penguatan sistem perlindungan di lingkungan pendidikan. (Rls)