Delapan Tersangka Baru Kasus Korupsi Kredit PT Sritex Resmi Ditahan, Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun

Delapan Tersangka Baru Kasus Korupsi Kredit Pt SritexJakarta – Kejaksaan Agung Republik Indonesia kembali menindak tegas kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh sejumlah bank daerah kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk (PT Sritex) dan anak usahanya. Sebanyak delapan tersangka baru telah ditetapkan dan ditahan oleh Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS), seiring dengan pendalaman perkara berdasarkan Surat Perintah Penyidikan yang diterbitkan sejak Oktober 2024 dan diperbarui Maret 2025.

Deretan Tersangka dan Latar Belakangnya

Para tersangka berasal dari berbagai institusi perbankan, termasuk Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan Banten, Bank DKI Jakarta, serta BPD Jawa Tengah. Berikut daftar para tersangka beserta perannya:

1. AMS, mantan Direktur Keuangan PT Sritex (2006–2023) – Diduga mengajukan kredit menggunakan invoice fiktif dan menyalahgunakan dana untuk pelunasan utang MTN, bukan untuk modal kerja.

2. BFW, mantan Direktur Kredit UMKM sekaligus Direktur Keuangan Bank DKI (2019–2022) – Disinyalir memberikan persetujuan kredit tanpa analisis risiko yang memadai.

3. PS, Direktur Teknologi dan Operasional Bank DKI (2015–2021) – Turut menyetujui pemberian kredit berisiko tinggi meskipun debitur tidak memenuhi syarat sebagai debitur prima.

4. YR, mantan Direktur Utama BPD Jabar Banten (2019–2025) – Diduga menyetujui penambahan plafon kredit senilai Rp350 miliar kepada PT Sritex, meski laporan keuangan perusahaan tidak mencerminkan kondisi keuangan sesungguhnya.

5. BR, mantan SEVP Bisnis BPD Jabar Banten (2019–2023) – Lalai dalam evaluasi analisis kredit dan menyetujui pinjaman tanpa jaminan fisik.

6. SP, Direktur Utama BPD Jateng (2014–2023) – Menyetujui kredit dengan risiko tinggi tanpa verifikasi langsung terhadap laporan keuangan audited PT Sritex.

7. PJ, mantan Direktur Bisnis Korporasi dan Komersial BPD Jateng (2017–2020) – Menyetujui kredit tanpa membentuk komite pembiayaan sesuai ketentuan.

8. SD, Kepala Divisi Bisnis Korporasi dan Komersial BPD Jateng (2018–2020) – Terindikasi menyetujui pinjaman dengan data tidak diverifikasi dan tidak menghitung kemampuan bayar debitur secara objektif.

Modus Korupsi dan Potensi Kerugian Negara

Kasus ini mengungkap praktik penyalahgunaan kewenangan dan kelalaian dalam sistem perbankan yang mengakibatkan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1,08 triliun, menurut estimasi awal yang tengah dihitung oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Praktik-praktik yang terjadi meliputi:

Pengajuan pinjaman dengan jaminan tidak memadai

Pengabaian prinsip kehati-hatian perbankan (5C)

Tidak dilaksanakannya verifikasi data keuangan dan transaksi oleh pejabat terkait

Penyalahgunaan dana kredit untuk pelunasan utang korporasi

Sanksi dan Proses Hukum

Kedelapan tersangka dijerat dengan pasal berlapis, yakni:

Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Mereka telah ditahan selama 20 hari ke depan di beberapa rumah tahanan, di antaranya Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan Cabang Kejaksaan Agung. Sementara itu, tersangka YR menjalani penahanan kota karena kondisi kesehatannya.

Penegakan Hukum Terus Berlanjut

Kejaksaan Agung menegaskan bahwa proses penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam skandal korupsi pemberian kredit ini. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi sektor perbankan agar tidak mengabaikan prinsip tata kelola yang baik, transparansi, dan akuntabilitas dalam pemberian kredit korporasi bernilai besar. (*)

Komentar