
PADANG LAWAS,Sidaknews,com – Hidup bocah perempuan berusia 10 tahun di Desa Sibuhuan Jae, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, sudah penuh luka sejak kecil. Saat usianya baru tiga tahun, ibunya memilih menikah lagi dan meninggalkannya bersama sang ayah, kakak, dan nenek yang sudah renta.
Ia kini tinggal di rumah sederhana milik neneknya, Nurbana Nasution (72), berukuran 6×8 meter dengan kamar sempit 2×2 meter. Dindingnya dari papan setengah batu, lantai semen yang ditutup karpet plastik kusam. Saat hujan, air merembes masuk lewat pintu depan yang nyaris roboh.
Sang nenek yang dulu merawatnya kini kehilangan penglihatan karena usia. Justru cucu-cucu yang bergantian merawatnya. Sementara ayah korban, Damhuri Hasibuan (45), bekerja serabutan—buruh kebun, tukang bangunan, hingga mengumpulkan kayu bakar. Pendapatannya hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Namun cobaan hidup bocah ini tidak berhenti di kemiskinan. Ia menjadi korban kekerasan brutal yang membuat warganet geram. Tangan dan kakinya diikat tali plastik selama enam jam. Di depan orang-orang dewasa, ia dipukul, diinjak, bahkan disundut api rokok. Ironisnya, kejadian ini juga berlangsung di rumah kepala desa, tetapi tak ada yang berani melepas ikatannya.
Ayah korban mengaku terpaksa menyerahkan uang Rp15 juta kepada pihak pelaku agar anaknya dilepaskan. “Mereka minta uang, baru ikatan anak saya dibuka,” ucap Damhuri dengan nada getir.
Sudah lebih dari sebulan sejak kejadian, proses hukum di Polres Padang Lawas berjalan lambat. Publik justru lebih sibuk membicarakan tuduhan pencurian yang diarahkan pada korban, seakan melupakan fakta bahwa anak ini diperlakukan layaknya bukan manusia.
Foto dan video penyiksaan yang tersebar di media sosial memicu gelombang kemarahan. “Ini bukan cuma soal pencurian. Ini penganiayaan berat dan pelanggaran hak anak,” kata seorang aktivis perlindungan anak yang mendesak aparat segera bertindak. (Saipul Bahri Siregar/Sidaknews)
Komentar