
Medan,Sidaknews.com – Persidangan kasus dugaan korupsi pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) sebesar 18% di seluruh desa se-Kota Padangsidimpuan Tahun Anggaran 2023, memunculkan fakta mengejutkan yang berpotensi mengguncang peta politik daerah. Mantan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kota Padangsidimpuan, Ismail Fahmi Siregar, mengungkap di hadapan majelis hakim adanya dugaan aliran dana hasil pemotongan ADD kepada pejabat tinggi pemerintahan kota.
Sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Senin (11/8/2025), dipimpin oleh Majelis Hakim Mohammad Yusafrihadi Girsang, S.H., M.H, bersama Muhammad Kasim, S.H., M.H dan Yudikasi Waruwu, S.H., M.H. Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Batara Ebenezer, S.H dan M. Zul Syafran Hasibuan, S.H, menghadirkan terdakwa untuk memberikan kesaksian langsung.
Pengakuan Terdakwa yang Mengguncang
Dalam kesaksiannya, Ismail Fahmi mengungkap bahwa pada Mei 2023 ia bertemu Mustapa Kamal Siregar di sebuah masjid. Dalam pertemuan itu, Mustapa menyebut bahwa “pimpinan” marah mengetahui adanya pemotongan ADD. Berdasarkan persepsi terdakwa, “pimpinan” yang dimaksud adalah Irsan Efendi Nasution, Wali Kota Padangsidimpuan saat itu.
Menurut pengakuannya, Mustapa Kamal mengarahkan agar sebagian hasil pemotongan ADD diberikan kepada pimpinan. Tak lama setelah pertemuan itu, Ismail Fahmi mengaku memerintahkan Husin Nasution menyerahkan Rp120 juta kepada Mustapa Kamal, sisa dari pencairan ADD tahap pertama. Pada tahap pencairan berikutnya, antara September–Oktober 2023, dana potongan yang diserahkan melalui Husin Nasution dan Akhiruddin Nasution disebut mencapai lebih dari Rp1,6 miliar.
Dana Pengembalian dan Bantahan Saksi
Ismail Fahmi juga membeberkan bahwa pengembalian kerugian negara tahap pertama senilai Rp3,5 miliar (23 Juni 2025) berasal dari dana talangan Pilkades dan sisa pencairan ADD tahap pertama. Sementara pengembalian tahap kedua senilai Rp2,462 miliar (7 Juli 2025) menggunakan dana pribadi dan hasil usaha miliknya.
Namun, Mustapa Kamal membantah keras menerima uang tersebut, meski keterangan tiga saksi—Husin Nasution, Akhiruddin Nasution, dan Herman—menguatkan pernyataan terdakwa. Perbedaan keterangan ini membuat JPU mempertimbangkan penerapan Pasal 174 ayat (2) KUHAP tentang dugaan sumpah palsu di pengadilan.
Sorotan Publik dan Tuntutan Transparansi
Kepala Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Dr. Lambok M.J. Sidabutar, S.H., M.H, menegaskan bahwa fakta-fakta di persidangan ini penting untuk diawasi oleh Komisi Yudisial dan Komisi Kejaksaan agar proses hukum berlangsung transparan, akuntabel, dan bebas intervensi politik.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik secara nasional, bukan hanya karena menyangkut pengelolaan dana desa yang bersumber dari APBN, tetapi juga karena menyeret nama pejabat tingkat kepala daerah. Sejumlah pengamat hukum menilai, jika dugaan aliran dana ke pimpinan daerah terbukti, kasus ini dapat menjadi salah satu skandal korupsi dana desa terbesar di Sumatera Utara dalam lima tahun terakhir. (Red)