BEIJING, Tiongkok,Sidaknews.com – Tahun 2025 menandai 40 tahun bergabungnya Tiongkok dalam World Heritage Convention. Momentum ini sekaligus menegaskan komitmen negara tersebut dalam menjaga kekayaan budaya dan alamnya. Salah satu yang paling menonjol adalah Sawah Bertingkat Hani di Kabupaten Yuanyang, Prefektur Otonom Honghe Hani dan Yi, Provinsi Yunnan, yang menjadi bukti nyata perpaduan harmonis antara manusia dan alam.
Terletak di lereng pegunungan dengan kemiringan antara 15 hingga 75 derajat, bentangan sawah ini membentuk ribuan undakan yang menakjubkan, mencapai hingga 3.000 tingkatan.
Menurut Profesor Ma Chongwei dari Universitas Yunnan, lebih dari seribu tahun lalu nenek moyang suku Hani bermigrasi dari utara ke lembah di Tiongkok bagian selatan. Meski menghadapi kondisi alam yang sulit, mereka berhasil mengubah pegunungan menjadi lebih dari 1 juta mu (sekitar 66.666 hektare) sawah padi, sebagian bahkan berada di ketinggian lebih dari 2.000 meter.
Sistem irigasi tradisional menjadi kunci keberhasilan. Ribuan saluran air dibangun untuk mengalirkan mata air pegunungan melewati desa-desa hingga sawah bertingkat, sebelum akhirnya bermuara di sungai lembah. Para penjaga saluran bertugas memastikan aliran tetap bersih dan lancar. Selama lebih dari seribu tahun, masyarakat Hani menggunakan alat distribusi air untuk membagi aliran ke jaringan irigasi yang luas—sebuah bukti kecerdasan teknologi pertanian tradisional.
Sawah bertingkat ini tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga bagian tak terpisahkan dari identitas budaya. Lanskap menakjubkan tersebut turut dibagikan dengan etnis Yi, Dai, dan kelompok lain yang tinggal di dataran lebih rendah.
Kini, Hani Terraced Fields diakui dunia sebagai contoh warisan budaya dan ekologi yang unik, tempat manusia dan alam hidup berdampingan secara harmonis. Lebih dari sekadar lahan pertanian, terasering ini menjadi simbol ketekunan, kearifan lokal, serta rumah spiritual abadi bagi masyarakat Hani. (*)
Komentar