AFJ Perkuat Peran Media dalam Mendorong Jurnalisme Berperspektif Kesejahteraan Hewan

Yogyakarta – Di tengah meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan dan keberlanjutan pangan, kesejahteraan hewan yang diternakkan masih menjadi topik yang jarang mendapat porsi pemberitaan yang proporsional di media. Untuk menjembatani kesenjangan ini, Animal Friends Jogja (AFJ) menyelenggarakan Pelatihan Jurnalis: Penerapan Kesejahteraan Hewan yang Diternakkan dalam Jurnalisme—Mengakui Hewan sebagai Sentient Being, pada Sabtu, 1 November 2025, di Perpustakaan Grhatama Pustaka, DPAD DIY.

Kegiatan ini diikuti oleh 40 peserta, terdiri atas jurnalis media arus utama baik lokal maupun nasional, perwakilan pers mahasiswa dari berbagai universitas di Yogyakarta, serta organisasi kesejahteraan hewan. Pelatihan ini bertujuan memperkuat kapasitas jurnalis agar mampu menyuarakan hak-hak hewan yang diternakkan melalui karya jurnalistik yang etis, empatik, dan berbasis data.

Direktur Program Advokasi Kesejahteraan Hewan yang Diternakkan AFJ, Elly Mangunsong, menjelaskan bahwa pelatihan ini berangkat dari kebutuhan untuk mengubah cara pandang terhadap hewan dalam pemberitaan

“Selama ini hewan masih dilihat sebatas komoditas—bukan makhluk hidup yang mampu merasakan. Padahal, mengakui hewan sebagai sentient being atau makhluk berakal berarti mengakui bahwa mereka memiliki hak untuk bebas dari rasa sakit, stres, dan ketakutan. Media berperan penting dalam membangun empati publik terhadap mereka,” ujar Elly.

Dalam konteks peternakan modern, praktik yang mengabaikan kesejahteraan hewan—seperti penggunaan kandang baterai atau kandang konvensional bagi ayam petelur—tidak hanya menyebabkan penderitaan bagi hewan, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia dan lingkungan. Menurut Elly, liputan yang berperspektif kesejahteraan hewan dapat membantu publik memahami prinsip-prinsip animal welfare secara lebih menyeluruh.

“Kami ingin mendorong jurnalis untuk menulis dengan empati tanpa kehilangan akurasi. Ketika publik melihat hewan sebagai makhluk yang bisa merasa, bukan sekadar sumber pangan, maka perubahan sosial akan lebih mudah terjadi,” tambahnya.

Pelatihan ini menghadirkan dua narasumber utama. Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, M.P., Guru Besar Universitas Gadjah Mada, memaparkan konsep animal welfare dan sentient being, serta pentingnya mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam praktik jurnalisme.

Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, M.P. menjelaskan bahwa istilah sentient being atau makhluk berakal mengacu pada entitas hidup yang memiliki kapasitas untuk merasakan, melakukan persepsi, dan mengalami subjektivitas. Dalam wacana akademis, konsep ini memiliki posisi penting dalam filsafat, etika hewan, dan ilmu kognitif, karena menegaskan adanya pertimbangan moral yang seharusnya diberikan kepada manusia maupun hewan non-manusia.

Lebih lanjut, Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, M.P. menekankan bahwa pengakuan terhadap makhluk berakal juga memiliki relevansi kuat dalam dunia jurnalisme.

“Dengan memahami hewan sebagai makhluk berakal, jurnalis dapat memastikan pelaporan yang lebih etis dan berempati. Hal ini mencegah objektifikasi subjek, mendorong penceritaan yang manusiawi, serta menumbuhkan kesadaran publik akan kesejahteraan dan hak asasi—baik manusia maupun hewan. Mengakui keberadaan makhluk berakal berarti tidak hanya berkontribusi pada akurasi pemberitaan, tetapi juga pada tanggung jawab moral untuk membentuk masyarakat yang lebih adil dan penuh kasih,” tutur Prof. Dr. drh. Pudji Astuti, M.P.

Sementara itu, Riza Salman dari Mongabay Indonesia berbagi praktik peliputan lingkungan dan peternakan dari perspektif kesejahteraan hewan. Dalam sesinya, Riza membahas berbagai aspek penting dalam penulisan, mulai dari menemukan angle cerita, menjaga etika dan sensitivitas dalam peliputan hewan, melakukan pengumpulan data dan verifikasi, mengaitkan kasus lokal dengan isu global, hingga membangun narasi yang kuat dan menyentuh.

“Menulis tentang hewan bukan sekadar melaporkan, tapi mengakui bahwa mereka pun hidup, merasa, dan berhak didengar,” tutur Riza Salman.

Melalui sesi diskusi dan Focus Group Discussion (FGD), para peserta diajak untuk menyusun rencana liputan yang menempatkan hewan sebagai subjek dalam cerita, bukan sekadar objek produksi. AFJ berharap kegiatan ini menjadi langkah awal terbentuknya jejaring jurnalis peduli kesejahteraan hewan, yang dapat memperkuat narasi publik menuju dunia yang lebih berkeadilan bagi semua makhluk hidup.

Tentang Animal Friends Jogja

Animal Friends Jogja (AFJ) adalah organisasi nirlaba yang dibentuk pada tahun 2010 dan berkomitmen untuk memperjuangkan hak dan perlindungan hewan di Indonesia. AFJ adalah bagian dari Member League OIPA/Organizzazione Internazionale per la Protezione degli Animali (Organisasi Internasional untuk Perlindungan Hewan yang Berhubungan dengan Departemen Informasi Publik PBB), anggota koalisi Dog Meat Free Indonesia (DMFI), Act for Farmed Animals (AFFA), Asia for Animals (AfA), dan Open Wing Alliance (OWA). Pada tahun 2016, AFJ mulai mengampanyekan isu kesejahteraan hewan yang diternakkan dan menjadi LSM pertama yang menyuarakan isu tersebut di Indonesia. (*)

Komentar