Menkomdigi Tegaskan: Tidak Semua Aplikasi Digital Aman untuk Anak, Ada Batas Usia yang Harus Dipatuhi

Meutya Hafid
Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid momentum peringatan Hari Anak Nasional 2025 di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis (24/7/2025) mengatakan dalam regulasi PP Tunas, setiap platform digital memiliki klasifikasi batas usia anak yang berbeda-beda sesuai tingkat risikonya. Foto: Amiriyandi/InfoPublik/Ditjen KPM

Jakarta Timur – Dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2025, Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menekankan pentingnya penyaringan akses digital bagi anak-anak demi menciptakan lingkungan online yang lebih aman dan sehat.

Dalam sambutannya di Sekolah Rakyat Sentra Handayani, Jakarta Timur, Kamis (24/7/2025), Meutya menyampaikan bahwa tidak semua platform digital cocok untuk diakses anak secara bebas. Menurutnya, berbagai konten di dunia maya memiliki tingkat risiko yang berbeda, dan bisa berdampak pada kesehatan mental serta keselamatan anak. Dikutif dari laman: infopublik.id.

“Tidak semua aplikasi atau platform layak digunakan oleh anak-anak. Yang mengandung risiko tinggi harus dibatasi, terutama untuk anak di bawah 16 tahun, dan hanya bisa diakses dengan pengawasan orang tua,” ujar Meutya di hadapan para siswa dan guru.

Aturan Usia dan Risiko Platform Diperjelas dalam PP Tunas

Pernyataan tersebut merujuk pada amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, atau dikenal sebagai PP Tunas. Regulasi ini mengatur klasifikasi aplikasi digital berdasarkan risiko konten dan usia pengguna.

Meutya menjelaskan bahwa pemerintah kini mengklasifikasikan platform digital ke dalam tiga kategori risiko—rendah, sedang, dan tinggi. Setiap tingkat risiko menentukan kelompok usia anak yang boleh mengaksesnya:

Anak di bawah 13 tahun: Hanya boleh mengakses platform edukatif dan ramah anak.

Usia 13–15 tahun: Diperbolehkan mengakses konten berisiko rendah hingga sedang.

Usia 16–17 tahun: Dapat mengakses konten berisiko tinggi, namun harus dengan pengawasan orang tua.

Usia 18 tahun ke atas: Diperbolehkan mengakses semua jenis platform secara mandiri.

“Regulasi ini hadir untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh di lingkungan digital yang positif, serta terhindar dari dampak negatif seperti cyberbullying, pornografi, hingga adiksi digital,” tambahnya.

Perlindungan Anak Digital Butuh Peran Semua Pihak

Selain menerapkan regulasi, Meutya menegaskan bahwa tanggung jawab menjaga anak di ruang digital juga berada di tangan orang tua, guru, dan masyarakat luas. Ia mendorong keberanian anak-anak untuk melaporkan setiap bentuk kekerasan atau interaksi mencurigakan yang mereka alami secara online.

“Jika kalian menjadi korban perundungan digital, penipuan, atau diajak bertemu oleh orang asing dari media sosial, jangan diam. Segera laporkan ke orang tua, guru, atau pihak berwajib. Pemerintah hadir untuk melindungi kalian,” tegasnya.

Melalui PP Tunas dan sinergi lintas elemen masyarakat, pemerintah berharap generasi muda Indonesia dapat memanfaatkan teknologi secara bijak dan produktif, tanpa mengorbankan keselamatan mereka di ruang siber. (**)

 

 

 

 

 

 

Komentar