Konflik Lahan di Lahat: Warga 9 Desa Kikim Tolak Perpanjangan HGU PT SMS, Tuntut Hak Plasma 20% Tertunda 30 Tahun

Demo Warga KikimLahat,sidaknews.com – Warga sembilan desa di Kecamatan Kikim Tengah dan Kikim Barat, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan, menggelar demonstrasi menentang rencana perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sawit Mas Sejahtera (SMS).

Aksi yang digelar di Kantor Pemda Lahat pada Jumat (16/5/2025) ini menuntut pemenuhan hak plasma 20% yang dianggap gagal dipenuhi perusahaan selama tiga dekade. Konflik ini memanas setelah HGU PT SMS kedaluwarsa pada 31 Desember 2023, namun aktivitas replanting dan panen sawit masih berjalan.

Masalah Hak Plasma 20%: Kewajiban yang Diabaikan
Masyarakat menegaskan PT SMS tidak memenuhi kewajiban menyisihkan 20% lahan plasma dari total HGU seluas 7.516 hektare, sesuai perjanjian operasional perusahaan tahun 1993. Sukiman, perwakilan warga, menyatakan: “Perusahaan mengabaikan kewajiban selama 30 tahun. Kami minta Bupati Lahat ambil alih lahan dan kembalikan ke pemilik asli.”

Kepala Desa Jajaran Baru, Bostandi, menambahkan bahwa PT SMS kerap berargumentasi bahwa plasma harus berada di luar area HGU. “Aturan jelas menyebut 20% dari lahan HGU yang diajukan. Jika harus di luar, lebih baik kami kelola sendiri,” tegasnya.

Dukungan Hukum dan Upaya ke Pemerintah Pusat
Warga telah melaporkan kasus ini ke Kementerian ATR/BPN Jakarta, namun belum ada respons konkret. Deni Oktavia, salah satu peserta aksi, mengungkapkan kekecewaan: “Tidak ada bukti kepedulian perusahaan. Plasma tak kunjung diberikan meski kami menunggu sejak 1993.”

Respons Cepat Bupati Lahat: Janji Tegakkan Aturan
Menanggapi protes, Bupati Lahat Bursah Zarnubi, SE, langsung mengadakan rapat koordinasi dengan perwakilan warga, Polres Lahat, Kodim 0405/Lahat, dan BPN. Dalam pernyataannya, Bupati menekankan: “HGU tidak akan diperpanjang sebelum PT SMS memenuhi kewajiban 20% plasma. Kami akan berkoordinasi dengan pusat untuk pastikan keadilan bagi warga.”

Solusi Jangka Panjang: Usulan Pengelolaan oleh BUMD
Untuk mencegah konflik berulang, warga mendorong Pemda Lahat mengalihkan pengelolaan lahan sengketa ke Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Langkah ini diharapkan meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendapatan langsung dari hasil perkebunan. “Dengan BUMD, manfaat ekonomi bisa dirasakan tanpa pihak ketiga,” jelas Bostandi.

Dampak Sosial-Ekonomi dan Harapan Masyarakat
Konflik ini menyoroti pentingnya transparansi dalam perpanjangan HGU dan penegakan hukum agraria. Warga berharap intervensi Bupati Lahat dan Kementerian ATR/BPN bisa menjadi preseden baik bagi penyelesaian sengketa lahan di daerah lain. (EY)