Lee Kuan Yew School Ungkap Strategi Akselerasi Transformasi Digital ASEAN Berbasis 5G dan AI

Unnamed 2 1

Profesor Vu Minh Khuong adalah Profesor Praktik di Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Universitas Nasional Singapura.

Potensi Ekonomi ASEAN Tembus US$130 Miliar Jika Konektivitas Cerdas Dipercepat

Singapura,Sidaknews.com – Lee Kuan Yew School of Public Policy (LKYSPP) dari National University of Singapore resmi merilis laporan strategis terbaru yang menyoroti peluang luar biasa dari konvergensi jaringan 5G dan kecerdasan buatan (AI) bagi kawasan ASEAN. Laporan bertajuk “Leveraging 5G to Accelerate AI-Driven Transformation in ASEAN: Imperatives, Policy Insights, and Recommendations” tersebut merinci peta jalan kebijakan yang diperlukan untuk mempercepat digitalisasi kawasan dan memosisikan ASEAN sebagai pemimpin global dalam ekonomi berbasis teknologi.

Dalam kajian tersebut, diproyeksikan bahwa teknologi 5G berpotensi menghasilkan kontribusi ekonomi hingga US$130 miliar di kawasan Asia-Pasifik pada tahun 2030. Namun, kesenjangan adopsi antarnegara masih mencolok. Singapura misalnya, telah mencapai penetrasi 5G sebesar 48,3%, sementara sejumlah negara lain di ASEAN masih berada di bawah 1%.

“Transformasi berbasis 5G dan AI menjadi kunci kemajuan sektor strategis seperti industri pintar, pertanian berbasis data, dan sistem transportasi otonom. Jendela kesempatan ini tidak akan terbuka selamanya,” ujar Prof. Vu Minh Khuong, penulis utama laporan dan akademisi terkemuka di LKYSPP. Ia menekankan bahwa perumusan strategi terpadu sangat mendesak agar ASEAN tidak tertinggal dalam perlombaan digital global.

Sepuluh Langkah Prioritas untuk Mendorong Kepemimpinan ASEAN di Era 5G-AI

Laporan tersebut disusun berdasarkan wawancara dengan para pemangku kepentingan regional serta survei terhadap lebih dari 400 profesional di delapan negara ASEAN. Hasilnya, tim peneliti mengidentifikasi sepuluh tindakan krusial, termasuk:

Pembentukan struktur kepemimpinan digital terpadu;

Penyusunan strategi nasional 5G-AI dengan peta jalan 2025–2030;

Reformasi kebijakan spektrum agar lebih inklusif dan mendukung inovasi;

Penguatan ekosistem AI melalui sinergi pemerintah dan swasta;

Pengembangan sistem monitoring yang adaptif untuk evaluasi berkelanjutan.

Selain itu, peningkatan keterampilan tenaga kerja di sektor digital menjadi salah satu tantangan utama. Tanpa penguatan sumber daya manusia, adopsi teknologi canggih oleh industri di negara-negara berkembang ASEAN akan terhambat.

Kisah Sukses Regional: Inspirasi Transformasi Terkoordinasi

Laporan ini juga menyoroti beberapa praktik terbaik di kawasan, seperti pelabuhan pintar berbasis 5G di Singapura yang berhasil menurunkan latensi jaringan sebesar 50%, sistem manajemen bencana berbasis AI di Thailand, serta jaringan wholesale nasional di Malaysia yang telah mencakup lebih dari 80% populasi.

Peneliti menegaskan bahwa jaringan 5G privat akan menjadi fondasi utama bagi Industri 4.0, sedangkan teknologi Fixed Wireless Access (FWA) berpotensi memperluas konektivitas di daerah-daerah terpencil yang selama ini tertinggal dari arus digitalisasi.

Lebih jauh, laporan ini menekankan bahwa keputusan strategis saat ini akan menentukan kesiapan ASEAN dalam menyambut teknologi 6G yang diperkirakan mulai hadir pada awal dekade berikutnya.

Visi ASEAN 2030: Digitalisasi Inklusif dan Berkelanjutan

Dalam proyeksi masa depan, ASEAN digambarkan sebagai kawasan yang sepenuhnya terkoneksi dan cerdas: petani mengelola lahan dengan bantuan AI, industri manufaktur beroperasi dengan efisiensi tinggi, dan siswa di pelosok mendapat akses ke pendidikan berbasis teknologi imersif. Namun, untuk merealisasikan visi ini, diperlukan kolaborasi lintas negara dan investasi berkelanjutan dalam infrastruktur serta pengembangan kapasitas.

Laporan lengkap setebal 148 halaman, beserta ringkasan eksekutifnya, kini tersedia untuk publik dan diharapkan menjadi rujukan utama bagi pembuat kebijakan, akademisi, dan pelaku industri di seluruh ASEAN.

Tentang Prof. Vu Minh Khuong

Prof. Vu Minh Khuong adalah akademisi terkemuka di LKYSPP yang dikenal atas kontribusinya dalam analisis kebijakan dan pembangunan ekonomi. Ia merupakan salah satu dari 2% ilmuwan paling banyak dikutip di dunia, dengan publikasi di jurnal internasional bereputasi seperti Technological Forecasting and Social Change dan Telecommunication Policy. Lulusan PhD dari Harvard University ini juga menjadi anggota dewan editorial berbagai jurnal kebijakan publik.

Tentang LKYSPP

Lee Kuan Yew School of Public Policy adalah institusi pascasarjana di bawah National University of Singapore yang berkomitmen mencetak pemimpin masa depan di bidang kebijakan publik. Melalui program magister, doktoral, dan eksekutif, LKYSPP berupaya mendorong tata kelola yang lebih baik, pembangunan berkelanjutan, dan kolaborasi global demi dunia yang lebih adil dan inklusif. (*)