
Padangsidimpuan,Sidaknews.com –
Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) yang dijalankan sejumlah bank di Kota Padangsidimpuan kembali menuai kritik. Meski regulasi tentang CSR telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, namun pelaksanaannya di lapangan dinilai belum menyentuh kebutuhan nyata masyarakat sekitar.
Kritik keras datang dari Direktur Pusat Analisis Layanan Dasar Masyarakat (PALADAM), Subanta Rampang Ayu, ST, yang menyoroti minimnya dampak program CSR dari perbankan, terutama di sekitar kantor operasional mereka.
“Kalau kita tinjau langsung ke lokasi, kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar kantor-kantor bank masih sangat memprihatinkan. Anak jalanan, pedagang kecil dengan modal terbatas, serta tukang becak yang hidup serba kekurangan masih banyak ditemui,” ujarnya, Rabu (6/8/2025).
Subanta menilai bahwa program CSR belum dijalankan secara merata dan adil, bahkan terkesan tidak berpihak pada warga yang benar-benar membutuhkan. Ia mempertanyakan komitmen perbankan, termasuk bank milik pemerintah daerah seperti Bank Sumut, dalam menyalurkan bantuan yang tepat sasaran.
Berdasarkan hasil telaah yang dilakukan PALADAM, laporan penggunaan dana CSR dinilai minim transparansi. Subanta mengungkapkan bahwa dalam Sustainability Report Bank Sumut tahun 2022 dan 2023, tidak dijelaskan secara rinci pihak penerima maupun bentuk program yang dilaksanakan.
“Dalam laporan tahun 2022, Bank Sumut mencatat realisasi CSR sebesar Rp19,899 miliar, lalu naik menjadi Rp20,986 miliar pada tahun 2023. Namun tidak disebutkan siapa penerima bantuan atau kegiatan sosial apa saja yang dijalankan. Ini sangat disayangkan dan patut dipertanyakan,” tegasnya.
Kritik juga ditujukan kepada bank-bank BUMN lain yang dinilai tertutup terhadap akses informasi publik mengenai dana CSR. Padahal, sebagai lembaga yang sebagian besar dibiayai dari uang negara, prinsip transparansi dan akuntabilitas seharusnya menjadi prioritas utama.
“Seolah-olah bank ini bukan milik rakyat, padahal modalnya bersumber dari uang publik. Masyarakat punya hak untuk mengetahui ke mana dana CSR disalurkan dan bagaimana dampaknya,” tambah Subanta.
Ia mendesak pihak perbankan agar membuka akses informasi terkait program CSR secara detail, termasuk penerima manfaat, bentuk program, hingga indikator keberhasilannya. Selain itu, pengawasan independen dari masyarakat sipil juga dinilai penting demi memastikan program berjalan sesuai tujuan.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak perbankan terkait belum memberikan tanggapan resmi atas sorotan mengenai transparansi dan efektivitas dana CSR mereka di Kota Padangsidimpuan. (Saiful Bahri Siregar)