Kebangkitan Besar Huawei: Dari Sanksi ke Puncak Dunia

TECHNO6 Dilihat
Huawei's big comeback, explained

Kebangkitan Besar Huawei menjadi kisah luar biasa dalam dunia teknologi modern. Setelah sempat diperkirakan akan tumbang akibat sanksi berat Amerika Serikat, Huawei justru bangkit lebih kuat dari sebelumnya. Kini, raksasa teknologi asal Tiongkok itu berhasil kembali ke posisi puncak, dengan pendapatan dan keuntungan yang mendekati masa kejayaannya sebelum tahun 2020.

Pendapatan Huawei kini melonjak hampir setara dengan sebelum sanksi, mencapai lebih dari Rp1.920 triliun, dan margin keuntungan mereka tidak pernah jatuh di bawah 5 persen. Bahkan, mereka kembali memimpin pasar smartphone di Tiongkok, pasar terbesar di dunia. Produk premium seperti Pura X menjadi simbol kebangkitan Huawei, dengan sistem operasi baru Harmony OS Next yang dibangun sepenuhnya dari nol untuk menggantikan Android.

Krisis dan Jalan Keluar

Sebelum 2020, Huawei adalah raksasa global dengan pendapatan sekitar Rp1.920 triliun setahun. Bisnis utama mereka terbagi dua: perangkat konsumen dan jaringan telekomunikasi untuk operator seluler. Dalam dua sektor ini, Huawei sempat menjadi pemimpin dunia. Namun, sanksi Amerika Serikat yang melarang penggunaan produk Huawei dan memblokir akses ke teknologi berbasis AS, seperti chip dan perangkat lunak, menghantam bisnis mereka keras.

Larangan itu menempatkan Huawei dalam daftar entitas yang tak bisa lagi berbisnis dengan perusahaan mana pun yang memakai teknologi Amerika tanpa izin khusus. Tapi perusahaan ini tidak menyerah. Dukungan besar datang dari pasar domestik dan sejumlah negara seperti Brasil serta beberapa negara Asia yang tidak sepenuhnya berpihak ke AS. Di sisi lain, tekanan dari industri semikonduktor global memunculkan celah hukum yang dimanfaatkan oleh Huawei untuk bertahan.

Qualcomm misalnya, mendapat izin menjual chip Snapdragon 4G ke Huawei. Hal itu membuat lini ponsel mereka tetap bisa berproduksi. Huawei juga masih bisa membeli chip Intel dan AMD untuk laptop karena adanya lisensi terbatas yang disetujui pemerintah AS. Dengan strategi ini, Huawei berhasil menjaga bisnisnya tetap beroperasi meski dalam tekanan berat.

Keputusan besar lainnya adalah menjual sub-brand Honor. Langkah itu menyuntikkan dana segar sekitar Rp240 triliun ke Huawei. Honor yang kini menjadi perusahaan terpisah, terbebas dari sanksi dan kembali menembus pasar internasional. Sementara itu, Huawei menggunakan uang hasil penjualan untuk memperkuat riset dan pengembangan internal mereka.

Inovasi, Chip, dan Harmony

Huawei kemudian fokus total pada riset dan inovasi. Anggaran R&D mereka melonjak hingga 25 persen dari total pendapatan, jauh melampaui perusahaan global lain seperti Apple dan Samsung. Pemerintah Tiongkok juga memberikan dukungan penuh, terutama dalam pengembangan chip dan teknologi produksi semikonduktor.

Dari upaya panjang itu lahirlah chip Kirin 9000S, chip 7 nanometer pertama buatan dalam negeri Tiongkok yang digunakan pada ponsel flagship Huawei Mate 60 Pro. Meski kinerja grafisnya masih tertinggal dari chip paling mutakhir seperti Snapdragon 8 Gen 3, kinerja sistem secara keseluruhan tetap cepat berkat optimisasi ekstrem Harmony OS.

Harmony OS menjadi pusat strategi jangka panjang Huawei. Versi awal sistem ini masih banyak mengandalkan basis Android, tetapi Harmony OS Next sepenuhnya mandiri. Kernel buatan sendiri dan sistem baru ini menjauhkan Huawei dari ketergantungan pada teknologi asing. Saat ini, Harmony OS Next masih difokuskan untuk pasar domestik, tetapi target global bukan hal yang jauh.

Selain itu, Huawei memperkuat lini bisnis lain seperti jam tangan pintar, earbud, dan perangkat rumah pintar. Tahun lalu, mereka menjadi merek jam tangan pintar terbesar kedua di dunia berdasarkan volume penjualan, bahkan melampaui Samsung. Di industri otomotif, Huawei juga memperluas bisnisnya dengan teknologi kendaraan cerdas dan sistem infotainment mobil, menjual jutaan unit komponen hanya dalam satu tahun.

Pemerintah Tiongkok bahkan mendanai perusahaan pembuat peralatan chip lokal untuk memastikan Huawei mendapat pasokan alat produksi yang stabil. Kini, Huawei dilaporkan mengoperasikan lebih dari 20 fasilitas manufaktur chip di seluruh Tiongkok, sebagian besar dengan dukungan pemerintah daerah Shenzhen.

Kesuksesan ini bukan sekadar keberuntungan. Huawei mampu menggabungkan strategi bisnis yang fleksibel, dukungan negara yang kuat, dan visi jangka panjang untuk kemandirian teknologi. Kini, mereka tidak hanya selamat dari tekanan sanksi, tapi juga muncul kembali sebagai simbol kebangkitan industri teknologi Tiongkok.

Huawei telah membuktikan bahwa inovasi dan keberanian menghadapi krisis dapat mengubah arah sejarah. Dalam waktu singkat, perusahaan yang dulu dianggap runtuh kini menjadi penantang baru bagi dominasi teknologi global.