KPK Tahan Direktur Utama BPR Jepara Artha Terkait Kredit Fiktif 254 Miliar

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan lima tersangka kasus dugaan korupsi pencairan kredit fiktif pada PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) tahun anggaran 2022–2024. (Foto: Dok KPK)

Jakarta,Sidaknews.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan lima orang terkait dugaan korupsi pencairan kredit fiktif di PT BPR Bank Jepara Artha (Perseroda) pada periode anggaran 2022–2024. Kerugian negara akibat praktik tersebut diperkirakan mencapai sedikitnya Rp254 miliar.

Dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Minggu (21/9/2025), kelima tersangka yang ditahan ialah JH (Direktur Utama), IN (Direktur Bisnis dan Operasional), AN (Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan), AS (Kepala Bagian Kredit), serta MIA (Direktur PT BMG/pihak swasta). Mereka akan menjalani masa tahanan pertama selama 20 hari, terhitung sejak 18 September hingga 7 Oktober 2025 di Rutan Cabang KPK.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menjelaskan perkara ini bermula dari kesepakatan antara JH dan MIA untuk menerbitkan 40 fasilitas kredit fiktif senilai Rp263,6 miliar. Proses pencairan dilakukan dengan mengkondisikan dokumen tanpa analisis kredit sesuai ketentuan. “Dana hasil kredit fiktif digunakan untuk memperbaiki laporan keuangan BPR Jepara Artha yang tengah merugi. Sebagai kompensasi, para ‘debitur’ fiktif menerima minimal Rp100 juta,” ungkap Budi.

Selain itu, para tersangka menerima aliran dana dan fasilitas dari MIA. JH diduga menerima Rp2,6 miliar serta fasilitas umrah senilai Rp300 juta bersama IN dan AN. IN memperoleh Rp793 juta, AN menerima Rp637 juta, sementara AS mendapatkan Rp282 juta.

Dalam rangka pemulihan kerugian negara, KPK telah menyita sejumlah aset, di antaranya agunan 40 debitur fiktif berupa 136 bidang tanah dan bangunan dengan nilai sekitar Rp60 miliar. Selain itu, turut disita aset milik para tersangka, yaitu uang tunai Rp1,3 miliar, empat unit mobil SUV, dan dua bidang tanah milik JH; uang Rp11,5 miliar, sebidang tanah rumah, serta satu mobil milik MIA; serta sebidang tanah rumah dan satu unit sepeda motor milik AN.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman pidananya berupa penjara maksimal seumur hidup.

“KPK menekankan bahwa penegakan hukum di sektor perbankan sangat penting demi menjaga integritas lembaga keuangan daerah. Korupsi di sektor ini bukan hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga meruntuhkan kepercayaan publik terhadap sistem keuangan,” tegas Budi.
source: infopublik.id